Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang
merupakan gangguan perilaku yang terjadi
dalam tahap mimpi dari tidur. Selama fase ini, tubuh
melepaskan zat kimia yang melumpuhkan tubuh. Namun, mereka
yang berjalan sambil tidur tidak memiliki pemicu kimia
tersebut, sehingga dapat berjalan-jalan. Kebanyakan somnambulisme
terjadi pada anak-anak karena sistem saraf mereka belum sepenuhnya
bekembang. Bila terjadi pada orang dewasa, mungkin penyebabnya adalah
psikologis, seperti stres berat atau penyebab medis seperti epilepsi.
Sinonim
Beberapa istilah lain somnambulisme:
1. Berjalan sewaktu (ter)tidur
2. Berjalan-jalan dalam keadaan tidur
3. Jalan-waktu-tidur
4. Noctambulation
5. Noctambulism
6. Sleepwalking
7. Somnambulism
8. Somnambulance
9. Somnambulation
10. Somnambulating
11. Parasomnias of childhood
12. Oneirodynia activa
Penderita somnambulisme disebut juga sleep-walker.
Definisi
1. Berjalan saat tidur.
2. Walk in one's sleep.
3. Walking by a person who is asleep.
4. Kondisi yang memengaruhi masyarakat (terutama anak-anak)
dimana mereka bangun dan berjalan-jalan saat mereka masih
tidur nyenyak. [Condition affecting some people (especially children),
where the person gets up and walks about while still asleep.]
Penyebab
Meskipun sepertiga kasus ini memiliki dasar keluarga (familial basis), penyebab pastinya belum diketahui (Fauci A.S., et.al., 2008). Namun menurut Ackroyd G (2007) ada empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu:
1. Genetika
Somnambulisme lebih sering terjadi pada kembar monozigot dan sepuluh kali lebih sering didapatkan jika suatu first-degree relative memiliki riwayat somnambulisme.
Dilaporkan pula adanya peningkatan frekuensi alel DQB1*04 dan *05.
Gen-gen DQB1 juga terlibat di dalam narcolepsy dan gangguan lain dari pengendalian motorik selama tidur, misalnya: gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM behavior disorder).
2. Lingkungan
Beberapa kondisi yang merupakan penyebab somnambulisme antara lain:
1. Kurang tidur (sleep deprivation)
2. Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep schedules)
3. Demam (fever)
4. Stres atau tekanan (stress)
5. Kekurangan (deficiency) magnesium
6. Intoksikasi obat atau zat kimia, misalnya:
a. alkohol,
b. hipnotik/sedative (misal: Zolpidem),
c. antidepresan (misal: bupropion, paroxetine, amitriptyline),
d. neuroleptik (misal: lithium, reboxetine),
e. minor tranquilizers,
f. stimulan,
g. antibiotik (misal: fluoroquinolone),
h. medikasi anti-Parkinson (misal: levodopa),
i. antikonvulsan (misal: topiramate),
j. antihistamin.
3. Fisiologis
Panjang dan kedalaman SWS (slow wave sleep), yang lebih besar pada masa anak-anak awal (young children), merupakan faktor yang meningkatkan frekuensi parasomnia pada anak-anak.
Kehamilan dan menstruasi meningkatkan frekuensi pasien dengan parasomnia (salah satunya adalah: somnambulisme)
4. Berhubungan dengan Kondisi Medis
Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan somnambulisme antara lain:
a. Aritmia
b. Chronic paroxysmal hemicrania
c. Migraine
d. Fever
e. Gastroesophageal reflux
f. Nocturnal asthma
g. Nocturnal seizures
h. Obstructive sleep apnea
i. Gangguan psikiatris, seperti: posttraumatic stress disorder,
panic attack, dan dissociative states.
j. Hipertiroidisme
Pemicu
Menurut Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing, Sp.S(K), Sp.KJ. (2004), somnambulisme dapat dipicu oleh berbagai keadaan, seperti:
1. Deprivasi (kurang) tidur.
2. Demam.
3. Stres.
4. Medikasi (misalnya: fenotiazin, kloralhidrat, lithium).
5. Gangguan lain yang menyebabkan terbangun dari tidur (arousal),
misalnya: OSA (Obstructive Sleep Apnea), kandung kencing
penuh, suara keras.
Patofisiologi (Riwayat Timbulnya Penyakit)
Sleepwalkers memiliki ketidaknormalan pada pengaturan slow wave sleep. Disosiasi yang terjadi diantara tidurnya tubuh dan akal muncul dari aktivasi jalur thalamocingulate dengan persisting deactivation dari sistem thalamocortical arousal lainnya.
Epidemiologi
Menurut Lavie P, Pillar G, Malhotra A (2002):
Prevalensi
Saat usia puncak 4-8 tahun prevalensinya 20%. Sumber lain mengatakan 15-30%.
Saat usia dewasa prevalensinya 3-4 %. Sumber lain mengatakan 1-4%.
Rasio pria:wanita = 1:1.
Menurut Ackroyd G (2007),
Di Swedia
Prevalensi setahunnya 6-17%.
Insiden: 40%.
DiUK
Dari hasil survey pada orang dewasa diUnited Kingdom , 2,2% dilaporkan
merasakan teror di malam hari. Dua persen dinyatakan somnambulisme, dan 4,2%
dilaporkan dengan confusional arousals.
Tanda dan Gejala
A. Penderita somnambulisme dapat melakukan aktivitas seperti berikut:
1. Berjalan di seputar kamarnya atau di rumahnya.
2. Berjalan jarak jauh.
3. Mendadak duduk di tempat tidur.
4. Mengendarai (menyetir) mobil dalam keadaan tidur.
B. Dapat memiliki keadaan sebagai berikut:
1. Bila bicara, jarang bermakna. Dapat juga berkata jorok.
2. Kencing di tempat yang tidak biasanya (biasanya anak-anak)
3. Mata terbuka dan ekspresi wajahnya kosong.
4. Sulit bangun saat somnambulisme berlangsung.
5. Tidak ingat kronologis kejadiannya.
Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) III Tahun 1995, somnambulisme memiliki kode diagnostik F51.3.
Gambaran di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari
tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam,
dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah).
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong
(blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya
orang lain untuk memengaruhi keadaan atau untuk
berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok
paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi.
d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode
tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat
dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu
singkat.
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugue Disosiatif (F.44.1).
Beberapa istilah lain somnambulisme:
1. Berjalan sewaktu (ter)tidur
2. Berjalan-jalan dalam keadaan tidur
3. Jalan-waktu-tidur
4. Noctambulation
5. Noctambulism
6. Sleepwalking
7. Somnambulism
8. Somnambulance
9. Somnambulation
10. Somnambulating
11. Parasomnias of childhood
12. Oneirodynia activa
Penderita somnambulisme disebut juga sleep-walker.
Definisi
1. Berjalan saat tidur.
2. Walk in one's sleep.
3. Walking by a person who is asleep.
4. Kondisi yang memengaruhi masyarakat (terutama anak-anak)
dimana mereka bangun dan berjalan-jalan saat mereka masih
tidur nyenyak. [Condition affecting some people (especially children),
where the person gets up and walks about while still asleep.]
Penyebab
Meskipun sepertiga kasus ini memiliki dasar keluarga (familial basis), penyebab pastinya belum diketahui (Fauci A.S., et.al., 2008). Namun menurut Ackroyd G (2007) ada empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu:
1. Genetika
Somnambulisme lebih sering terjadi pada kembar monozigot dan sepuluh kali lebih sering didapatkan jika suatu first-degree relative memiliki riwayat somnambulisme.
Dilaporkan pula adanya peningkatan frekuensi alel DQB1*04 dan *05.
Gen-gen DQB1 juga terlibat di dalam narcolepsy dan gangguan lain dari pengendalian motorik selama tidur, misalnya: gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM behavior disorder).
2. Lingkungan
Beberapa kondisi yang merupakan penyebab somnambulisme antara lain:
1. Kurang tidur (sleep deprivation)
2. Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep schedules)
3. Demam (fever)
4. Stres atau tekanan (stress)
5. Kekurangan (deficiency) magnesium
6. Intoksikasi obat atau zat kimia, misalnya:
a. alkohol,
b. hipnotik/sedative (misal: Zolpidem),
c. antidepresan (misal: bupropion, paroxetine, amitriptyline),
d. neuroleptik (misal: lithium, reboxetine),
e. minor tranquilizers,
f. stimulan,
g. antibiotik (misal: fluoroquinolone),
h. medikasi anti-Parkinson (misal: levodopa),
i. antikonvulsan (misal: topiramate),
j. antihistamin.
3. Fisiologis
Panjang dan kedalaman SWS (slow wave sleep), yang lebih besar pada masa anak-anak awal (young children), merupakan faktor yang meningkatkan frekuensi parasomnia pada anak-anak.
Kehamilan dan menstruasi meningkatkan frekuensi pasien dengan parasomnia (salah satunya adalah: somnambulisme)
4. Berhubungan dengan Kondisi Medis
Beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan somnambulisme antara lain:
a. Aritmia
b. Chronic paroxysmal hemicrania
c. Migraine
d. Fever
e. Gastroesophageal reflux
f. Nocturnal asthma
g. Nocturnal seizures
h. Obstructive sleep apnea
i. Gangguan psikiatris, seperti: posttraumatic stress disorder,
panic attack, dan dissociative states.
j. Hipertiroidisme
Pemicu
Menurut Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing, Sp.S(K), Sp.KJ. (2004), somnambulisme dapat dipicu oleh berbagai keadaan, seperti:
1. Deprivasi (kurang) tidur.
2. Demam.
3. Stres.
4. Medikasi (misalnya: fenotiazin, kloralhidrat, lithium).
5. Gangguan lain yang menyebabkan terbangun dari tidur (arousal),
misalnya: OSA (Obstructive Sleep Apnea), kandung kencing
penuh, suara keras.
Patofisiologi (Riwayat Timbulnya Penyakit)
Sleepwalkers memiliki ketidaknormalan pada pengaturan slow wave sleep. Disosiasi yang terjadi diantara tidurnya tubuh dan akal muncul dari aktivasi jalur thalamocingulate dengan persisting deactivation dari sistem thalamocortical arousal lainnya.
Epidemiologi
Menurut Lavie P, Pillar G, Malhotra A (2002):
Prevalensi
Saat usia puncak 4-8 tahun prevalensinya 20%. Sumber lain mengatakan 15-30%.
Saat usia dewasa prevalensinya 3-4 %. Sumber lain mengatakan 1-4%.
Rasio pria:wanita = 1:1.
Menurut Ackroyd G (2007),
Di Swedia
Prevalensi setahunnya 6-17%.
Insiden: 40%.
Di
Dari hasil survey pada orang dewasa di
Tanda dan Gejala
A. Penderita somnambulisme dapat melakukan aktivitas seperti berikut:
1. Berjalan di seputar kamarnya atau di rumahnya.
2. Berjalan jarak jauh.
3. Mendadak duduk di tempat tidur.
4. Mengendarai (menyetir) mobil dalam keadaan tidur.
B. Dapat memiliki keadaan sebagai berikut:
1. Bila bicara, jarang bermakna. Dapat juga berkata jorok.
2. Kencing di tempat yang tidak biasanya (biasanya anak-anak)
3. Mata terbuka dan ekspresi wajahnya kosong.
4. Sulit bangun saat somnambulisme berlangsung.
5. Tidak ingat kronologis kejadiannya.
Pedoman Diagnostik
Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) III Tahun 1995, somnambulisme memiliki kode diagnostik F51.3.
Gambaran di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari
tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam,
dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah).
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong
(blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya
orang lain untuk memengaruhi keadaan atau untuk
berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok
paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi.
d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode
tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat
dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu
singkat.
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugue Disosiatif (F.44.1).
Menurut Perdossi (2006), kriteria diagnosis untuk
somnambulisme adalah sebagai berikut:
A. Klinis
1. Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur
(NREM stadium 3-4)
2. Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata,
membuka selimut, bergerak berputar seperti bertujuan,
dan berusaha meninggalkan tempat tidur.
3. Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan
respon sederhana terhadap pertanyaan dan perintah.
Kadang-kadang kencing.
4. Penderita mencoba berpakaian, lalu berjalan mengelilingi tempat
tidur tapi menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata,
dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur, dan berusaha
menyiapkan makanan.
5. Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh,
dan bahkan mengendarai mobil.
6. Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela,
atau sesudah berjalan di luar rumah. Penderita biasanya mau
diajak ke tempat tidur tanpa perlawanan.
7. Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan haruslah
dihindari karena menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan
keinginan melarikan diri yang dapat mencetuskan kekerasan
mendadak.
8. Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi, dan sesudahnya
segera tidur lagi.
A. Klinis
1. Biasanya terjadi pada 1/3 pertama waktu tidur
(NREM stadium 3-4)
2. Penderita bangun duduk di tempat tidur, membuka mata,
membuka selimut, bergerak berputar seperti bertujuan,
dan berusaha meninggalkan tempat tidur.
3. Anak dapat berjalan ke kamar tidur orang tua dan memberikan
respon sederhana terhadap pertanyaan dan perintah.
Kadang-kadang kencing.
4. Penderita mencoba berpakaian, lalu berjalan mengelilingi tempat
tidur tapi menolak rintangan. Mengucapkan beberapa kata,
dapat naik tangga, memakai alat-alat dapur, dan berusaha
menyiapkan makanan.
5. Membuka pintu depan rumah, berjalan beberapa jauh,
dan bahkan mengendarai mobil.
6. Kecelakaan dapat terjadi akibat jatuh dari tangga, jendela,
atau sesudah berjalan di luar rumah. Penderita biasanya mau
diajak ke tempat tidur tanpa perlawanan.
7. Usaha untuk menghalang-halangi atau membangunkan haruslah
dihindari karena menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan
keinginan melarikan diri yang dapat mencetuskan kekerasan
mendadak.
8. Tidak ada mimpi, tidak ingat apa yang terjadi, dan sesudahnya
segera tidur lagi.
0 komentar :
Posting Komentar