Semilir angin senja berpayung mendung
seiring tarian nyiur mengundang harapan
seakan melambai-lambai...
mengundang hati berdansa ria bersamanya
namun kebencian yang berkobar tak akan pernah tergoda
bukan karena gelombang dosa, aku membeku
tubuhku kaku serupa batu nisan
Aku terpasung...
mendekap dalam kelamnya kesengsaraan
mengeram seakan tertimpa batu kenistaan
tekad yang terpatri dalam mimpi
retak tak berbentuk... remuk...
hingga cinta menjadi sebuah parang tajam
mengiris mimpi dengan lembutnya cacian hina
sebuah senyum dusta menghiasi bibir bergincu dosa
mengecupkan makian yang berbalut dakwah
memperbudak karya tanpa kaki
kini aku hanya tetap bertapa dalam lamunan
menunggu sayap ini membawaku terbang
walau tanpa iringan peta tujuan...Dalam heningya rangkulan selimut malam
Sedingin embun menusuk ranting-ranting iga
Kulihat mawar merekah dalam gerimis
Membuka wajah penuh asa dan cita
Sungguh dunia waktu itu termangu simpati
Kulihat mawar merekah dalam gerimis
Membuka wajah penuh asa dan cita
Sungguh dunia waktu itu termangu simpati
Siapa yang dapat melelehkan air mata
yang sedari tadi membeku sekeras bongkahan padang salju?
Berperang bersama sepoi angin malam
Beriring musik perang ala binatang malam
Maka disitulah sayap-sayap hidayah mulai terkepakkan
Merindukan hati yang tulus bersujud dan berharap
mengalirkan rintik air mata bertasbih cintaNya
Sungguh kaulah bidadari sempurna itu
Kerudungmu yang wangi terkibas dalam kerinduan hati
Se-elok wajah putih terselimut awan bersih
Sungguh...Aku terpesona saat itu
Saat jemari mungilmu bertengadah seolah membawa sejuta kebahagiaan
yang bermandikan air surga kerinduan
Terdengar jelas jeritanmu waktu itu
"Walau dunia berlumpur dusta, aku ingin terus merasakan kasih asmaraMu"
0 komentar :
Posting Komentar